Assalamu'alaikum wr wb...
Akhir-akhir ini marak lagi media membicarakan redenominasi. Walaupun agak-agak telat, tapi ini masih hangat untuk dibicarakan.
Redenominasi yang awalnya bernama Redenominalisasi adalah penyederhanaan nominal pada rupiah namun nilainya tetap sama. Redenominasi ini dilakukan dengan pemangkasan 3 digit nol. Misalkan uang Rp 20.000 nantinya hanya akan ditulis Rp 20 saja. Ini dilakukan dengan alasan mempercepat pencatatan transaksi, mengurangi kapasitas bite dan ruang pencatatan, dan membuat Rupiah lebih berbobot dimata dunia.
Lalu apakah keuntungannya bagi rakyat jika hanya menghapus nol demi GENGSI terhadap tetangga. Sedangkan rakyat butuh kesejahteraan bukan permainan angka dan nominal. Banyak orang yang melihat langkah ini adalah sesuatu yang tolol jika negara ini masih mengatakan pro rakyat, termasuk saya. Namun banyak juga yang mendukung program ini dengan alasan yang sama seperti diatas.
Alasan-alasan pendukung Redenominasi
Namun, jika harus memilih, apakah rupiah dibiarkan seperti sekarang atau diredenominasi, saya memilih rupiah yang lebih sedikit mengandung angka nol. Lebih mudah menuliskannya, hemat pencatatan secara akuntansi, serta lebih gampang mengonversikannya ke dalam mata uang asing. Berdasarkan pengalaman, ketika berbincang dengan orang asing, saya sering kesulitan mengonversikan bilangan bertriliun-triliun rupiah menjadi satuan dollar AS, euro, atau yen.
Redenominsai jauh lebih ringan daripada harus memupuk cadangan devisa hingga 1 triliun dollar AS, untuk menyetarakan Rupiah dengan mata uang asing.
Proses akuntansi akan lebih mudah dengan nominal yang sedikit. Meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan. Dan lebih efisien dalam penggunaan waktu, area, tinta, dan lain-lain.
Bagi programmer ini bisa dijadikan ajang meraup untung saat perusahaan-perusahaan membutuhkan programmer merubah sitemnya untuk menyesuaikan dengan nominal rupiah yang akan dipakai.Alasan mereka yang tidak mendukung Redenominasi
Melihat sejarah dari mana asalnya pembekakan nominal Rupiah sehingga menjadi seperti sekarang ini. Sebenarnya, dulu, rupiah yang lahir tahun 1944 silam awalnya memiliki nilai yang nyaris seimbang dengan dollar AS, yakni Rp 1,88 per dollar AS (lihat infografis). Pada 7 Maret 1946, nilai rupiah pertama kali dikurangi. Rupiah merosot hampir 30 persen jadi Rp 2,65 per dollar AS. Tahun 1950, Syafrudin Prawiranegara yang ketika itu menjabat menteri keuangan melakukan pemotongan nilai rupiah alias sanering dari pecahan Rp 5 ke atas sehingga nilainya tinggal separuh. Pada 25 Agustus 1959, pemerintah kembali melakukan pemangkasan nilai rupiah. Pada 1966, negara kita mengalami inflasi yang sangat parah hingga 635,5 persen. Jangan heran, pada 1971, nilai rupiah sudah mencapai Rp 415 per dollar AS. Tahun 1978, lewat kebijakan Kenop 98, rupiah dipatok Rp 625 per dollar AS. Namun, tahun 1985, rupiah sudah menembus angka Rp 970 per dollar. Pada krisis moneter 1997-1998, nilai rupiah sempat anjlok ke posisi terendah, Rp 14.950 per dollar. Tahun 2001 dan 2009, rupiah juga sempat terjun ke level Rp 11.000-an per dollar. Alhasil, setelah lewat 68 tahun, rupiah sekarang ada di level Rp 9.700 per dollar AS. Intinya, nominal yang banyak ini karena rupiah yang kian merosot. Dan Indonesia akan lebih terhormat jika Indonesia mampu mengembalikan derajat rupiah seperti dulu tanpa Redenominasi dibanding harus bertindak seperti pengecut.
Jika kita terus memperbaiki kinerja perekonomian, antara lain memperbesar surplus perdagangan, surplus transaksi berjalan, dan menarik banyak modal asing sehingga berujung penguatan cadangan devisa. Bila ini dilakukan berkelanjutan, rupiah pun akan menguat melalui mekanisme pasar. Dan tentunya keadaan ekonomi masyarakat akan lebih baik. Memang butuh waktu yang lama dan tidak se instan Redenominasi. Namun tidak menutup kemungkinan waktu yang dibutuhkan untuk itu sama dengan waktu Pelaksanaan Redenominasi yaitu 10 tahun 2011-2020.
Redenominasi rawan inflasi. Bisa diduga akan selalu ada pengusaha nakal yang tak disiplin mengonversikan harga lama ke harga baru. Misalnya harga lama Rp 23.500 dikonversikan ke harga baru Rp 25, padahal mestinya Rp 23,5. Dengan alasan untuk memudahkan penyebutan harga.
Kurang atau tidak adanya dampak positif terhadap perekonomian masyarakat. Karena butuh biaya yang tidak sedikit untuk mensukseskan Redenominasi yang rakyatpun harus ikut menanggung biaya tersebut. Jika biaya-biaya tersebut dijadikan anggaran untuk membangkitkan usaha-usaha kecil, pertanian, perikanan, dan usaha lainnya serta pelestarian kawasan wisata, maka itu lebih pro rakyat.
Programmer diperas untuk kerja ekstra untuk mengkonfigurasikan angka-angka tersebut sesuai nominal-nominal yang baru. Apalagi harus melayani banyak perusahaan yang ia pegang sekaligus.
Sejak januari 2013, BI telah meniup peluitnya tanda digulirkannya Redenominasi. Dan 2-3 tahun kedepan Indonesia akan mengalami masa transisi pergantian uang lama dan uang baru. Jika itu sudah berjalan tak ada lagi yang harus dijadikan pro kontra, dan Semua Lapisan Penduduk harus ikut mendukung dan mensukseskannya. Karena jika gagal maka dampak negatifnya akan lebih besar. Semoga apapun yang terjadi nanti di negara ini adalah langkah yang terbaik, dan memberikan manfaat bagi negara dan penduduknya. aamiin...
Sumber:
http://www.kompas.com
https://www.facebook.com/redenominasiRp
titanium rod in leg - TITADO GOLDEN FRYALE
ReplyDeleteTITE titanium crystal GOLDEN FRYALE a unique and unique T-tip-tip-tip tip and blade for all types of meat, seafood, meats, seafood, and westcott scissors titanium much titanium build more! ford escape titanium for sale Titanium titanium tv alternative Rod