Apakah aku yang tak kuat menahan syahwat?
Ataukah dia yang tak bisa menjaga aurat?
Apakah aku yang tak paham mana laknat mana nikmat?
Ataukah dia yang bingung mana aurat mana martabat?
Siapa yang berdosa?
Aku, dia, atau kami?
Assalamu'alaikum saudaraku teman-teman yang semoga kita semua termasuk orang yang dicintai dan dimuliakan oleh ALLAH SWT, aamiin... aku ingin sedikit bercerita tentang kebingunganku akan "kebenaran itu relatif". Kita semua paham semua yang tidak baik dan tidak benar itu adalah hal maksiat dan sangat dilaknat oleh ALLAH. Setiap hari kita khususnya saya tanpa disadari melakukan hal-hal yang dibenci oleh ALLAH, bahkan mungkin setiap waktu, naudzubiLLAH (semoga kita dijauhkan dari segala kemurkaanNYA). Mungkin itu terjadi karena terlalu sedikitnya pengetahuan kita tentang mana yang baik mana yang buruk, mana benar mana salah, mana sesat mana hidayat. Selama ini kita hanya mengikuti arus, mengikuti kebiasaan, mengikuti lingkungan yang kita sendiri tidak punya penilaian tentang apa yang kita ikuti. Dengan kata lain manusia khususnya kita tidak mengindahkan kebenaran mutlak yang datangnya dari Tuhan, dan mencari beribu-ribu alasan agar argumen-argumen kita dan apa yang kita ikuti dikatakan benar.
Jika seperti itu lalu yang terjadi sekarang adalah kebenaran itu adalah ciptaan sekelompok manusia atau seorang manusia untuk kepentingan-kepentingan manusia itu sendiri. Maka jadilah kebenaran menjadi sesuatu yang relatif dan tidak pasti. Bisa saja kita mengatakan sesuatu itu benar namun menurut orang lain salah. Seperti misalkan tentang tentang sholat kita mengatakan: "katanya Sholat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar? kenyataannya banyak tuh koruptor yang rajin sholat, biarpun aku tidak sholat asalkan aku masih bisa menjaga sikap". Atau tentang aurat kita sering mendengarkan saudari muslimah kita mengatakan "sesungguhnya aku sangat ingin menutup auratku tapi aku belum siap, biarkan aku memperbaiki hatiku dulu sebelum aku berjilbab, memakai jilbab tidak menjamin orang itu baik". Kita boleh saja berfikir bahwa argumen kita itu benar, tapi yang pasti Kebenaran yang benar-benar benar itu adalah ketentuan ALLAH SWT, yang kita dituntut selalu mengkajinya walaupun dengan segala keterbatasan pengetahuan kita.
Jika seperti itu lalu yang terjadi sekarang adalah kebenaran itu adalah ciptaan sekelompok manusia atau seorang manusia untuk kepentingan-kepentingan manusia itu sendiri. Maka jadilah kebenaran menjadi sesuatu yang relatif dan tidak pasti. Bisa saja kita mengatakan sesuatu itu benar namun menurut orang lain salah. Seperti misalkan tentang tentang sholat kita mengatakan: "katanya Sholat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar? kenyataannya banyak tuh koruptor yang rajin sholat, biarpun aku tidak sholat asalkan aku masih bisa menjaga sikap". Atau tentang aurat kita sering mendengarkan saudari muslimah kita mengatakan "sesungguhnya aku sangat ingin menutup auratku tapi aku belum siap, biarkan aku memperbaiki hatiku dulu sebelum aku berjilbab, memakai jilbab tidak menjamin orang itu baik". Kita boleh saja berfikir bahwa argumen kita itu benar, tapi yang pasti Kebenaran yang benar-benar benar itu adalah ketentuan ALLAH SWT, yang kita dituntut selalu mengkajinya walaupun dengan segala keterbatasan pengetahuan kita.
Sudahlah, aku sendiri tak paham apa yang aku tulis. Aku hanya bingung sesungguhnya yang salah itu siapa? Aku, dia, kami, kita, atau mereka?
No comments:
Post a Comment